Artikel #1 Perencanaan Pajak
Ketika
Pajak Tidak Bisa Dihindari,
Perencanaan
Pajak adalah Solusi?
Oleh:
Hanifah Ainaini
Seperti yang kita
ketahui, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dan hasil
dari pajak tersebut digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat
dimana sang pembayar pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung.
Pembayaran pajak bersifat memaksa dan bukan merupakan hal yang bersifat
sukarela. Siapapun yang menurut Undang-Undang memiliki kewajiban atas
pembayaran pajak, maka ia harus membayar pajak tersebut. Karena sifat pajak
yang bersifat wajib dan memaksa, maka tidak jarang ada pihak yang merasa tidak
suka dan tidak rela untuk membayar pajak. Terlebih tidak ada imbalan langsung
terhadap pembayar pajak dari negara. Ditambah akhir-akhir ini, seringkali terdengar
kasus korupsi yang berkaitan dengan dana yang berasal dari pajak. Hal tersebut
membuat banyak pihak seringkali merasa enggan untuk membayar pajak karena
merasa pajak terlalu memberatkan dan justru banyak terjadi penyelewengan
terhadap pajak tersebut.
Mungkin hanya pihak-pihak yang masih berfikiran
positif dan menginginkan kemakmuran sebesar-besarnya untuk masyarakat dan
kemajuan Indonesia yang rela untuk membayar pajak.
Tidak bisa dipungkiri,
bahwa pajak merupakan sumber pendapatan yang sangat penting bagi negara karena
lebih dari 70% total pendapatan negara berasal dari pajak. Maka tidak heran
pemerintah selalu mengejar pendapatan dari pajak. Melalui Direktorat Jenderal
Pajak, pemerintah menerapkan kebijakan amnesti pajak, yakni pengampunan pajak kepada
setiap wajib pajak untuk menyelesaikan kewajiban masa lalu yang tidak benar
yang berlaku hinga 31 Maret 2017 mendatang. Pada tahun 2016 ini, pemerintah
menetapkan target pajak sebesar Rp1.539 triliun tapi kemudian jumlah tersebut
dinilai tidak realistis sehingga diperkirakan hingga akhir tahun penerimaan
pajak hanya mencapai Rp1.320 triliun dimana itu berarti terdapat defisit
penerimaan sebesar Rp219 triliun. Dengan adanya kebijakan amnesti pajak,
diharapkan tidak ada pihak yang secara sengaja tidak melaporkan adanya
penghasilan, transaksi, aktivitas/perbuatan yang mengakibatkan timbulya
kewajiban pajak karena hal tersebut merupakan tindakan ilegal yang termasuk
dalam upaya penghindaran pajak (tax
evasion) dimana itu akan merugikan negara dan menghambat kemajuan negara.
Karena penghindaran
pajak (tax evasion) merupakan hal ilegal,
tetapi mungkin ada solusi lain yang legal dan tidak melanggar hukum bagi wajib
pajak untuk meminimalisir jumlah pajak yang harus dibayarkan. Hal tersebut bisa
dilakukan melalui perencanaan pajak dengan cara penghematan pajak atau
meminimisasi beban pajak (tax saving dan
tax avoidance). Walaupun hal tersebut
tidak dilarang oleh hukum, tetapi praktik tersebut memiliki dilemma dengan
masalah “ethics”. Tetapi, selama
tidak melanggar hukum, sah-sah saja untuk wajib pajak mencari celah agar pajak
yang harus mereka bayarkan bisa diminimisasi. Perencanaan pajak disisi lain
bisa dikatakan merupakan solusi terbaik agar wajib pajak membayar pajak sesuai
dengan jumlah yang seharusnya mereka bayarkan, tidak lebih dan tidak kurang.
Perencanaan pajak dilihat dari aspek material memiliki tujuan untuk memperoleh
penghematan pajak secara legal sehingga jumlah pajak yang harus dibayarkan
menjadi minimum dan laba setelah pajak menjadi maksimum.
Salah satu sumber
penting pajak adalah dari pajak penghasilan. Strategi dasar dalam perencanaan
pajak, salah satunya bisa melalui formula umum penghasilan kena pajak (PKP) itu
sendiri, dalam hal ini yang dibahas adalah penghasilan kena pajak sebuah
perusahaan badan. Fokusnya adalah bagaimana formula umum perhitungan
penghasilan kena pajak bisa menghasilkan beban pajak penghasilan yang minimum.
Minimisasi penghasilan kena pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan
cara antara lain memanfaatkan tarif pajak
yang relevan dalam pembuatan keputusan menyangkut aktivitas perusahaan,
memaksimumkan penghasilan yang dikenakan pajak tertentu, memaksimumkan
penghasilan yang bukan obyek pajak, menghindari biaya yang tidak diperkenankan
untuk diperlakukan sebagai biaya fiskal, memanfaatkan setiap fasilitas
perpajakan, merencanakan transaksi-transaksi yang bebas atau hemat pajak.
Kompensasi
Kerugian Fiskal?
Perencanaan pajak
memiliki prinsip “pajak memang harus dibayar tetapi tidak perlu dibayar lebih”.
Perlu diketahui bahwa menurut Undang-undang perpajakan menentukan perhitungan
pajak dilakukan pada setiap tahun pajak, tetapi tidak berarti mengabaikan
misalnya terjadi kerugian pada tahun-tahun pajak sebelumnya. Maka, pajak di
Indonesia memberikan fasilitas pajak untuk pajak penghasilan yaitu berupa
kompensasi kerugian tahun-tahun sebelumnya. Jadi, pajak penghasilan bukan
berprinsip dikenakan saat perusahaan mendapatkan laba dan tidak dikenakan saat
perusahaan menderita rugi.
Karena penghasilan menurut undang-undang perpajakan
diartikan sebagai tambahan ekonomis yang diterima oleh wajib pajak, sehingga
apabila terjadi kerugian bisa dikompensasikan. Menurut ketentuan umum Pasal 6
ayat 2 UU PPh kompensasi kerugian dibatasi selama 5 tahun berturut-turut yang
dimulai pada tahun pajak setelah terjadi kerugian. Sebagai ilustrasi berikut
ini merupakan penghasilan neto (laba/rugi) fiskal Perusahaan X selama 5 tahun
dengan modal awal perusahaan pada tahun 2010 sebesar Rp20.000.000.000,-:
Dapat dilihat bahwa perusahaan X bisa mengkompensasi
kerugiannya sehingga jumlah penghasilan neto fiskal perusahaan tersebut selama
5 tahun adalah laba sebesar Rp5.800.000.000,-. Jadi bisa dilihat modal akhir tahun
2014 Perusahaan X adalah sebesar:
Lalu, kita bandingkan apabila fasilitas kompensasi
tersebut tidak ada sehingga kerugian menjadi beban yang lebih memberatkan bagi
perusahaan:
Sehingga modal akhir perusahaan X apabila kerugian
tidak dapat dikompensasikan adalah sebagai berikut:
Dari
ilustasi diatas dapat dilihat bahwa modal akhir perusahaan X yang kerugiannya
bisa dikompensasikan ke tahun berikutnya lebih besar dibandingkan dengan
apabila perusahaan tidak dapat mengkompensasikan kerugiannya. Walaupun
terjadinya kerugian tentunya tidak diharapkan oleh setiap perusahaan, tetapi
setidaknya perusahaan bisa merasa lebih lega bahwa kerugian bisa dikompensasi
selama 5 tahun setelah terjadi kerugian dengan catatan bahwa jumlah maksimal
kerugian yang bisa dikompensasi adalah sebesar laba yang diperoleh berikutnya.
Penghasilan
Bukan Obyek Pajak?
Salah satu celah bagi
wajib pajak untuk bisa menghemat pajak adalah melalui penghasilan bukan obyek
pajak (PBOP). Oleh sebab itu, seharusnya perusahaan bisa memaksimalkan apa yang
menjadi PBOP perusahaan mereka walaupun memang keberadaannya sangat terbatas.
Hanya segelintir perusahaan yang bisa mendapatkan PBOP melalui perencanaan
mengenai transaksi dan aktivitas operasi yang ada di dalam perusahaannya.
Setiap penghasilan tidak bisa diperoleh tanpa adanya biaya, tak terkecuali
dengan penghasilan bukan obyek pajak. Tetapi biaya untuk memperoleh penghasilan
bukan obyek pajak harus dipisahkan dari penghasilan obyek pajak. Menurut ketentuan pasal 4 ayat 3 UU Pajak
penghasilan tahun 2000, contoh penghasilan bukan obyek pajak antara lain
adalah: bantuan atau sumbangan atau harta hibahan yang diterima oleh berbagai
pihak sepanjang tidak memiliki hubungan dengan usaha, pekerjaan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, warisan, dan pembayaran dari
perusahaan asuransi kepada orang pribadi.
Kedua upaya diatas
adalah 2 contoh dari berbagai upaya yang bisa dilakukan dalam rangka
penghematan pajak. Melakukan penghematan pajak atau tidak adalah keputusan
pribadi setiap pihak. Ada pihak yang mungkin secara sukarela membayar pajak
tanpa memikirkan upaya bagaimana melakukan penghematan pajak, tetapi disisi
lain ada pihak yang melakukan perencanaan pajak agar jumlah pajak yang dibayar
perusahaannya tidak berlebih dan bisa seminim mungkin. Hal tersebut tentunya
tidak dilarang karena tidak melanggar hukum dan ketentuan perpajakan, mereka
hanya mencari celah bagaimana bisa meminimisasi beban pajak yang harus
dikeluarkan.
Pajak merupakan salah
satu cara bagi wajib pajak untuk ikut serta dalam pembangunan negeri, khususnya
apabila wajib pajak tersebut merupakan warga negara Indonesia. Sudah sepatutnya
sebagai warga negara yang baik jangan sampai secara sengaja melakukan perbuatan
untuk menghindari pajak.Sebaliknya, lebih baik bercita-cita untuk membayar
pajak yang besar bagi negara karena semakin besar pajak yang kita bayar itu
berarti semakin besar pula penghasilan yang kita dapatkan walaupun tidak dapat
dipungkiri terkadang pajak terasa memberatkan. Oleh karena itu, sebagai hak
wajib pajak agar jumlah yang ia keluarkan untuk beban pajak itu tidak melebihi
yang seharusnya, bisa melalui upaya perencanaan pajak. Perencanaan pajak yang
diharapkan dapat menghasilkan penghematan pajak bagi wajib pajak yang
bersangkutan. Memanfaatkan fasilitas pajak yang disediakan pemerintah adalah hal
termudah yang bisa diterapkan untuk mendapatkan penghematan pajak.
Saat membayar pajak
juga sebaiknya menerapkan rasa keikhlasan karena dari pajak kita tersebut bisa
membantu menyejahterakan Indonesia. Jangan tergoyahkan oleh kasus-kasus diluar
sana yang berkaitan dengan penyelewengan pajak. Sebagai warga negara yang baik,
kita harus memiliki rasa ”willingness to
trust” kepada pemerintah, jika bukan kita sendiri yang mempercayai
pemerintah, lalu siapa lagi?. Jika ada pihak yang melakukan penyelewengan
terhadap pajak, itu pasti hanyalah oknum yang tidak mengerti arti penting pajak
dan tidak memiliki rasa cinta kepada bangsanya sendiri. Karena harta dari pajak
yang mereka masukkan ke kantong pribadi mereka pada hakikatnya bisa untuk
membangun jalan yang rusak, membangun jembatan untuk memperlancar transportasi,
untuk mencerdaskan anak bangsa, dan yang lainnya yang pasti untuk kesejahteraan
Indonesia.
Melakukan penghindaran
pajak hanya akan membuat perusahaan seperti lari dari kenyataan, karena apabila
suatu saat fakta tersebut diketahui maka akan membuat perusahaan memiliki
kondisi yang lebih buruk. Selain itu, hal tersebut disamping melanggar hukum
juga tidak etis karena perusahaan berdiri dan mencari penghasilan di Indonesia,
tetapi tidak mau memberi kontribusi untuk Indonesia?. Apalagi di jaman
sekarang, pemerintah telah berupaya dengan berbagai macam cara agar membuat
wajib pajak merasa mudah untuk membayar pajak. Anggap saja pajak sebagai
sesuatu hal yang bisa kita berikan ke Indonesia, negara dimana kita bernafas,
hidup, mencari penghidupan, dan mendapatkan penghasilan. Walaupun tidak ada
imbalan langsung kepada wajib pajak, tapi bisa kita rasakan beberapa tahun lagi
kemajuan Indonesia apabila setiap pihak yang berkewajiban terhadap pajak
memiliki kesadaran dan kesediaan untuk membayar pajak.
Maka dari itu sebagai
solusi untuk beban pajak, jangan pernah melakukan penghindaran pajak tapi
lakukanlah upaya penghematan pajak melalui perencanaan pajak dengan cara-cara
yang legal. Dengan cara tersebut, ada 2 hal yang bisa didapat sekaligus. Yang
pertama, tidak kehilangan kesempatan untuk ikut berkontribusi dalam memajukan
negeri. Yang kedua, perusahaan tidak merasa memiliki beban pajak yang berlebih
dan memberatkan, karena beban pajak yang mereka bayarkan telah sesuai dengan
hukum dan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Kerenn bangett
BalasHapus